Isu pelanggaran privasi yang dilakukan Facebook semakin menjadi-jadi. Bahkan, kali ini media sosial yang didirikan pada 2004 silam ini mengakui bahwa mereka memang memata-matai isi pesan para pengguna aplikasi Facebook Messenger. Pesan yang dimaksud dalam hal ini termasuk link atau tautan dan foto/gambar yang dikirim lewat platform Messenger.

 

Pernyataan ini dilontarkan langsung oleh CEO Facebook, Mark Zuckerberg, dalam sebuah sesi wawancara kepada Bloomberg. Menurut Mark, tindakan ini dilakukan sebagai pencegahan agar platform pesan instan ini tidak disalahgunakan. Dalam pernyataannya, Mark mengatakan bahwa Facebook memang memiliki aturan terkait konten yang disebarluaskan oleh pengguna. Aturan ini disebut sebagai “Community Standard” dan jika konten tersebut tak sesuai, Facebook berhak untuk menghapusnya. “Dalam hal ini, jika sistem kami mendeteksi apa yang sedang terjadi. Kami bisa saja menghentikan pesan itu,” ungkap Mark.

 

Kemudian ia menceritakan, pada suatu ketika ia mendapat laporan adanya tindak penyalahgunaan platform Facebook Messenger ketika terjadi krisis kemanusiaan Rohingya. Menurutnya, ada banyak pengguna yang menyebarkan pesan provokatif melalui aplikasi Messenger dan perusahaan memantau pesan-pesan ini. “Saya ingat ketika suatu pagi saya mendapat telepon dan mendeteksi ternyata ada pengguna yang mencoba menyebar pesan sensasional satu sama lain (terkait propaganda krisis Rohingya),” ungkap Mark sebagaimana dikutip KompasTekno dari Bloomberg, Kamis (5/4/2018). Pesan-pesan ini, kata Mark, sebagian besar adalah ajakan untuk saling berperang dan bersiaga angkat senjata. Baik itu dari kubu pro Rohingya maupun kubu yang kontra Rohingya, keduanya mengirim pesan serupa yang membuat kondisi semakin tak menentu.

 

Perlu diketahui, memang para aktivis HAM dunia menyalahkan Facebook sebagai platform yang digunakan untuk menyebar propaganda terkait krisis Rohingya. Meski tindakan Facebook mematai-matai pesan pengguna Messenger ini dilatarbelakangi oleh niat baik, hal ini sangat bertentangan dengan hak asasi manusia terkait privasi pengguna. Kendati demikian, juru bicara Facebook Messenger mengatakan, pemindaian ini tidak dilatarbelakangi oleh kepentingan bisnis, melainkan agar pengguna bisa mengikuti aturan konten yang dibuat oleh Facebook. Hasil pemindaian pesan ini pun dipastikan bukan untuk kepentingan iklan. “Facebook menggunakan mesin otomatis. Misalnya, saat anda mengirim foto, kami memindai dengan mesin pencocok gambar sehingga bisa mengetahui apakah gambar tersebut terkait eksploitasi anak atau bukan. Kami juga memindai untuk mengetahui apakah ada virus atau malware pada gambar tersebut,” ungkap juru bicara Facebook Messenger.

 

Facebook Messenger diketahui memiliki jumlah pengguna yang cukup besar, meski tak sebesar platform pesan instan lainnya milik Facebook yakni WhatsApp. Sejatinya Facebook Messenger juga memiliki fitur keamanan enkripsi data seperti pada WhatsApp. Namun, fitur ini tidak aktif secara default. Pengguna bisa menghidupkan atau mematikan fitur ini sesuai keinginan.

 

Messenger pada awalnya memang menjadi satu kesatuan dengan Facebook. Namun, pada 2014 silam layanan dipisahkan dari Facebook dan menjadi layanan mandiri. Facebook pun beberapa waktu belakangan ini diketahui memata-matai penggunanya. Ini berawal dari kejadian bocornya lebih dari 50 juta data pengguna Facebook yang digunakan untuk kampanye Donald Trump. Bahkan pekan lalu, sebanyak tiga pengguna Facebook Messenger melaporkan kejadian ini pada pihak berwajib. Mereka menuntut Facebook karena Facebook dianggap telah menyalahi aturan tentang kebijakan privasi dan perlindungan data pengguna.

 

 

Sumber: www.kompas.com