Emosi adalah sebuah istilah yang sudah populer, namun maknanya secara tepat masih membingungkan bahkan menjadi perdebatan di kalangan ahli psikologi maupun ahli filsafat selama lebih dari satu abad. Rumusan para psikolog tentang emosi sangat bervariasi sesuai dengan orientasi teoritisnya yang berbeda-beda. Meskipun demikian terdapat persesuaian umum bahwa keadaan emosional merupakan reaksi kompleks yang mengait satu tingkat tinggi kegiatan dan perubahan-perubahan secara mendalam, serta dibarengi perasaan yang kuat atau disertai keadaan afektif. Emosi dapat diartikan sebagai perasaan atau afeksi yang melibatkan kombinasi antara gejolak fisiologis dan perilaku yang tampak.

 

Dalam makna paling harfiah, Oxford English Dictionary mendefinisikan emosi sebagai “setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap”. Daniel Goleman (1996) menganggap emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.

Emosi adalah perasaan psikologis yang biasanya diikuti oleh reaksi psikologis. Emosi dapat juga diperoleh secara genetik atau dipelajari dan emosi-emosi tersebut dapat dimanifestasikan dalam berbagai cara, seperti dengan ekspresi wajah, nada suara, dan perilaku-perilaku yang menunjukkan emosi tersebut. Bahkan emosi tersebut juga dapat distimulasi oleh keadaan dari luar atau dari dalam tubuh (Sternberg, 2001).

 

Para ahli terus berdebat mengenai emosi mana yang benar-benar dapat dianggap sebagai emosi primer atau bahkan mempertanyakan apakah memang ada emosi primer semacam itu. Sejumlah teoritikus mengelompokkan emosi dalam golongan-golongan besar, meskipun tidak semuanya sepakat tentang golongan itu. Calon-calon utama dan beberapa anggota golongan tersebut adalah:

 

  • Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan barangkali yang paling hebat, tindak kekerasan dan kebencian patologis.
  • Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan kalau menjadi patologis, depresi berat.
  • Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan sangat takut, khawatir, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, sangat takut, kecut; sebagai patologis, fobia dan panik.
  • Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, senang sekali, dan batas ujungnya, mania.
  • Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.
  • Terkejut: terkejut, terkesiap, takjub, terpana.
  • Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.
  • Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.

 

Emotional intelligence (kecerdasan emosi) adalah kemampuan seseorang dalam mengatur pengekspresian emosinya. Emotional intelligence ikut serta dalam mengatur dan meregulasi emosi dalam diri seseorang (Sternberg, 2001). Sternberg dan Salovery (Fauzi, 2008) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali emosi diri, yang merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul, dan ia mampu mengenali emosinya sendiri apabila ia memiliki kepekaan yang tinggi atas perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan-keputusan secara mantap.

Definisi kecerdasan emosi pertama kali disebutkan dalam majalah Time edisi Oktober 1995 oleh psikolog Peter Salovey dari Universitas Yale dan John Mayer dari Universitas Hampshire. Dalam kumpulan artikel Kompas (Satrianingsih, 2006) disebutkan bahwa kecerdasan emosi adalah sebuah konsep untuk memahami perasaan seseorang, memahami empati seseorang terhadap perasaan orang lain dan memahami “bagaimana emosi sampai pada tahap tertentu menggairahkan hidup”. Namun konsep kecerdasan emosi baru memasuki forum publik setelah psikolog Daniel Goleman dari Universitas Harvard dalam buku “Emotional Inteligence” (1996) menyatakan bahwa “Kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20% dan sisanya yang 80% ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut kecerdasan emosional”.

Bambang Sujiono dan Yuliani Nurani Sujiono (Satrianingsih, 2006) menyatakan bahwa kecerdasan emosional (EQ) adalah proses pembelajaran yang berlangsung seumur hidup. Memang ada temperamen khusus yang dibawa seorang anak sejak ia dilahirkan, tetapi pola asuh orang tua dan pengaruh lingkungan akan membentuk “cetakan emosi seorang anak yang akan berpengaruh besar pada perilakunya sehari-hari”.

Kemampuan mengelola emosi merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan perasaannya sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya secara wajar. Misalnya seseorang yang sedang marah maka kemarahan itu tetap dapat dikendalikan secara baik tanpa harus menimbulkan akibat yang akhirnya disesali di kemudian hari (Fauzi, 2008).

Kecerdasan emosional perlu dikembangkan karena hal inilah yang mendasari keterampilan seseorang di tengah masyarakat kelak, sehingga akan membuat seluruh potensi anak dapat berkembang secara lebih optimal (Fauzi, 2008).

Daniel Goleman (1996) melalui bukunya yang terkenal “Emotional Intelligences (EQ)”, memberikan gambaran spectrum kecerdasan, dengan demikian anak akan cakap dalam bidang masing-masing namun juga menjadi amat ahli. Sebagaimana dikatakan oleh para ahli, perkembangan kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh rangsangan musik seperti yang dikatakan Gordon Shaw (Fauzi, 2008).

 

Musik adalah bunyi yang diterima oleh individu dan berbeda-beda berdasarkan sejarah, lokasi, budaya dan selera seseorang. Definisi sejati tentang musik juga bermacam-macam:

♣ Bunyi/kesan terhadap sesuatu yang ditangkap oleh indera pendengar

♣ Suatu karya seni dengan segenap unsur pokok dan pendukungnya.

♣ Segala bunyi yang dihasilkan secara sengaja oleh seseorang atau kumpulan dan disajikan sebagai musik

Beberapa orang menganggap musik tidak berwujud sama sekali. Musik menurut Aristoteles mempunyai kemampuan mendamaikan hati yang gundah, mempunyai terapi rekreatif, dan menumbuhkan jiwa patriotisme. Beberapa unsur musik diantaranya :

 

  1. Suara

Dalam musik gelombang suara biasanya dibahas tidak dalam panjang gelombangnya maupun periodenya, melainkan dalam frekuensinya. Aspek-aspek dasar suara dalam musik dijelaskan dalam tala (tinggi nada), durasi (beberapa lama suara ada), intensitas dan timbre (warna bunyi).

2. Nada

Suara dapat dibagi-bagi ke dalam nada yang miliki tinggi nada tertentu menurut frekuensinya ataupun menurut jarak relatif tinggi nada tersebut terhadap tinggi nada patokan. Nada dapat diatur dalam tangga nada yang berbeda-beda, tangga nada yang paling lazim adalah tangga nada mayor, tangga nada minor dan tangga nada pentatonik.

3. Ritme / Irama

Ritme adalah pengaturan bunyi dalam waktu. Birama merupakan pembagian kelompok ketukan dalam waktu. Tanda birama menunjukkan jumlah ketukan dalam birama dan not mana yang dihitung dan dianggap sebagai satu ketukan.

4. Melodi

Melodi adalah serangkaian nada dalam waktu. Rangkaian tersebut dapat dibunyikan sendiri yaitu tanpa iringan atau dapat merupakan bagian dari rangkaian akord dalam waktu.

5. Harmoni

Harmoni secara umum dapat dikatakan sebagai kejadian dua atau lebih nada dengan tinggi berbeda dibunyikan bersamaan, walaupun harmoni juga dapat terjadi bila nada-nada tersebut dibunyikan berurutan. Harmoni yang terdiri dari tiga atau lebih nada yang dibunyikan bersamaan biasanya disebut akord.

6. Notasi

Notasi musik merupakan penggambaran tertulis atas musik. Dalam notasi balok, tinggi nada digambarkan secara vertikal sedangkan waktu digambarkan secara horizontal. Musik adalah perpaduan keseimbangan antara unsur-unsur musik. Unsur-unsur musik diantaranya suara, nada, ritme, melodi, harmoni dan notasi. Musik menjadi bagian alami dari kehidupan. Contoh : dalam dekapan seorang ibu, anak mendengar suara ibu melantunkan senandung yang akhirnya membuat lelap tidurnya.

 

Alat musik pertama dikenal manusia berasal dari bunyi yang dihasilkan dari bahan manusia itu sendiri. Tepukan tangan, hentakan kaki atau pukulan tangan pada anggota badan yang lain merupakan pengiring ritmik yang memberikan nuansa tertentu. Beberapa instrumen musik diantaranya :

  1. Alat-alat musik tradisional
  2. Alat musik petik

Contoh : gitar, kecapi, harpa, gambus, mandolin.

  1. Alat musik gesek

Contoh : biola, rebab.

  1. Alat musik tiup

Contoh : seruling, terompet.

  1. Alat musik pukul / perkusi

Contoh : tamborin, kolintang

5. Alat musik modern

Contoh : piano, gitar listrik, organ, drum.

 

Pengaruh musik terhadap kecerdasan emosional

“Musik sangat mempengaruhi manusia”, ujar EV. Andreas Christanday seorang musikus dalam suatu ceramah musik. “Beat mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmoni mempengaruhi roh”. Sementara apabila hati sedang susah, mencoba mendengarkan musik yang indah, yang memiliki irama (ritme) yang teratur. Perasaan akan menjadi lebih enak dan enteng. Bahkan di luar negeri, pihak rumah sakit banyak memperdengarkan lagu-lagu indah untuk membantu penyembuhan para pasiennya. Inilah bukti bahwa ritme mempengaruhi jiwa manusia.

Untuk memastikan kedahsyatan pengaruh musik pada seseorang, psikolog Lewis, Dember, Schefft, dan Radenhausen sengaja menyelidiki hubungan antara musik dengan suasana hati tahun 1995. Mereka memilah musik dan juga video dalam kategori positif dan negatif. Hasilnya, musik memiliki pengaruh besar tapi tidak demikian dengan video. Musik dengan kategori positif menghasilkan peningkatan suasana hati yang positif dan sebaliknya.

Empat tahun sebelumnya, T. Taniguchi, psikolog dari Universitas Tokyo, meneliti pengaruh musik terhadap akurasi memori seseorang terhadap kata-kata. Dalam laboratorium risetnya, ia memutar musik yang sedih dan yang gembira, sementara dua kelompok mempelajari sebuah tulisan yang memuat kata berkategori positif dan negatif. Hasilnya, kata yang positif diingat dengan lebih baik saat mendengar musik yang gembira, sementara kata yang negatif diingat lebih baik saat mendengar musik yang sedih.

Sebuah penelitian lain yang dilakukan para biarawan di Brittany juga menunjukkan bahwa musik berpengaruh besar pada hewan. Mereka memperdengarkan alunan musik Mozart kepada sapi-sapi di sana. Hasilnya, sapi-sapi tersebut memproduksi susu lebih banyak debanding sapi-sapi yang tidak mendengarkan alunan musik.

Dengan kata lain, musik yang positif akan membawa kita kepada suasana hati yang positif dan sebaliknya. Karena itu, mereka yang bertemperamen melankolik dan introvert misalnya, bisa memakai musik yang positif untuk membantu seseorang lebih ceria dan ekstrovert. Sebaliknya, mereka yang cenderung bertemperamen super aktif dan ekstrovert bisa mendengarkan lagu-lagu bernada tenang dengan lirik yang menyiratkan kedamaian hati. Musik memang tidak serta-merta mengubah kepribadian seseorang, tapi musik dapat membantu menciptakan suasana hati yang tepat. Selebihnya tergantung tekad orang itu.

Kemampuan membina hubungan bersosialisasi sama artinya dengan kemampuan mengelola emosi orang lain. Evelyn Pitcer (Fauzi, 2008) mengatakan musik membantu remaja untuk mengerti orang lain dan memberikan kesempatan dalam pergaulan sosial dan perkembangan terhadap emosional mereka.

Remaja, merupakan pribadi sosial yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang lain untuk memanusiakan dirinya. Remaja ingin dicintai, ingin diakui, dan dihargai. Berkeinginan pula untuk dihitung dan mendapatkan tempat dalam kelompoknya. Jelas bahwa individualitas dan sosialitas merupakan unsur-unsur yang komplementer, saling mengisi dan melengkapi dalam eksistensi remaja.

Menurut Siegel (Fauzi, 2008) ahli perkembangan otak, mengatakan bahwa musik dapat berperan dalam proses pematangan hemisfer kanan otak, walaupun dapat berpengaruh ke hemisfer sebelah kiri, oleh karena adanya cross-over dari kanan ke kiri dan sebaliknya yang sangat kompleks dari jaras-jaras neuronal di otak.

Efek atau suasana perasaan dan emosi baik persepsi, ekspresi, maupun kesadaran pengalaman emosional, secara predominan diperantarai oleh hemisfer otak kanan. Artinya, hemisfer ini memainkan peran besar dalam proses perkembangan emosi, yang sangat penting bagi perkembangan sifat-sifat manusia yang manusiawi.

Kehalusan dan kepekaan seseorang untuk dapat ikut merasakan perasaan orang lain, menghayati pengalaman kehidupan dengan “perasaan”, adalah fungsi otak kanan, sedang kemampuan mengerti perasaan orang lain, mengerti pengalaman dengan rasio adalah fungsi otak kiri. Kemampuan seseorang untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan manusiawi dengan orang lain merupakan percampuran (blending antara otak kanan dan kiri itu).

Kepekaan akan rasa indah timbul melalui pengalaman yang dapat diperoleh dari menghayati musik. Kepekaan adalah unsur yang penting guna mengerahkan kepribadian dan meningkatkan kualitas hidup. Seseorang memiliki kepekaan yang tinggi atas perasaan mereka maka ia akan dapat mengambil keputusan-keputusan secara mantap dan membentuk kepribadian yang tangguh.

 

Proses mendengar musik merupakan salah satu bentuk komunikasi afektif dan memberikan pengalaman emosional. Emosi yang merupakan suatu pengalaman subjektif yang inherent terdapat pada setiap manusia. Untuk dapat merasakan dan menghayati serta mengevaluasi makna dari interaksi dengan lingkungan, ternyata dapat dirangsang dan dioptimalkan perkembangannya melalui musik sejak masa dini.

Campbell (Fauzi, 2008) dalam bukunya efek Mozart mengatakan musik romantik (Schubert, Schuman, Chopin, dan Tchaikovsky) dapat digunakan untuk meningkatkan kasih sayang dan simpati.

Musik digambarkan sebagai salah satu “bentuk murni” ekspresi emosi. Musik mengandung berbagai contour, spacing, variasi intensitas dan modulasi bunyi yang luas, sesuai dengan komponen-komponen emosi manusia

Source : http://music-online88.blogspot.com/