Membayangkan gempa yang terjadi, kadang memang hal yang menakutkan. Ditambah lagi jika gempa terjadi di wilayah pesisir, karena potensi adanya gempa bukan hanya sekadar longsor dan goyangan semata. Hal yang lebih menakutkan bisa terjadi, yaitu tsunami.

Secara sederhana, ketika terjadi tsunami hal yang perlu kita lakukan adalah mencari tempat yang lebih tinggi.

Di tempat tinggi biasanya tidak ada bangunan yang membahayakan, sehingga dataran tinggi menjadi tempat yang paling aman ketika terjadi bencana tersebut.

Pola terjadinya tsunami biasanya akan didahului gempa sebelum ombak yang cukup tinggi menerjang daratan dan menyapu semua yang ada di depannya.

Kedatangan tsunami biasanya akan berbanding lurus dengan gempa yang terjadi. Semakin besar gempa itu mengguncang daratan yang dekat dengan area pesisir, maka bukan tidak mungkin tsunami lebih berpotensi terjadi.

Sehingga bahaya peringatan biasanya muncul. Sudah menjadi rahasia umum jika terjadinya tsunami memang memiliki jeda waktu, antara terjadinya gempa dengan naiknya debit air laut. Jika dibedakan dari waktu terjadinya, jenis-jenis tsunami bisa dibagi dalam 3 tipe:

  1. Tsunami Lokal

Kondisi di dekat pantai yang diterjang tsunami di Palu.

Tsunami ini biasanya terjadi dengan tingkat yang lebih rendah, artinya hanya area terdekat pesisir saja yang terkena dengan jarak 100 km dari titik tsunami mulai terjadi.

Waktu terjadinya tsunami ini terhitung dari gempa biasanya hanya sebentar, yaitu kurang dari 10 menit. Pada beberapa kejadian jeda waktu terjadinya tsunami ini bisa juga antara 10-30 menit.

  1. Tsunami Regional

Tsunami ini biasanya akan menyebabkan tingkat kerusakan dengan jarak 100 km sampai 1.000 km dari titik bawah laut terjadinya tsunami. Jika tipe tsunami ini muncul, ada cukup waktu untuk memberikan informasi dini agar warga sekitar dapat mengungsi dengan rentang waktu 1-3 jam lamanya.

Walaupun untuk kabur dengan jarak lebih dari 1.000 km dalam tiga jam akan sangat sulit, namun mencari tempat atau dataran tinggi akan lebih memungkinkan untuk menyelamatkan diri.

  1. Tsunami Jarak Jauh

Tsunami ini biasanya disebut juga sebagai tele-tsunami atau ocean-wide tsunami. Yakni sebuah kejadian tsunami yang sangat destruktif, jarak tempuhnya sendiri bisa lebih dari 1.000 km dari titik bawah laut terjadinya tsunami.

Walaupun selang waktu untuk menyelamatkan diri cukup memungkinkan, namun kemungkinan besar untuk selamat dari tsunami ini bisa dikatakan sangatlah kecil.

Contoh tsunami jarak jauh adalah tsunami yang dialami di Indonesia akibat dari terbentuknya ombak besar tersebut di Samudera Hindia yang membuat beberapa negara juga merasakan dampaknya.

Ternyata dibalik kedatangan gelombang tsunami terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya bencana alam ini, diantaranya

  1. Gempabumi

Kedatangan gelombang tsunami ke daratan dapat dipicu oleh adanya gempabumi. Maka tak heran jika terdapat suatu gempa dengan pusat dasar laut, pemerintah setempat akan menghimbau untuk menjauhi pantai hingga peringatan aman akan bencana tsunami. Salah satu penyebab terjadinya gempabumi ini adalah pergerakan lempeng dan adanya sesar aktif.

  1. Erupsi Gunungapi

Erupsi gunugapi atau yang biasa dikenal sebagai gunung meletus juga memicu terjadinya tsunami karena akan mengakibatkan  yang gempa bumibersifat vulkanik. Salah satu contoh tsunami yang disebabkan oleh erupsi gunungapi adalah kejadian tsunami akibat letusan Gunung Krakatau.

  1. Longsor Bawah Laut

Tidak hanya gempa dan gunungapi, longsoran bawah laut yang disebabkan karena adanya lempeng yang bertabrakan juga dapat menyebabkan bencana tsunami yang disebut dengan istilah tsunami submarine landslide.

  1. Meteor

Jika tiga faktor diatas adalah faktor internal dari dalam bumi, berbeda dengan faktor terakhir ini yang berasal dari luar bumi. Adanya hantaman meteor yang mengenai laut dapat memicu terjadinya tsunami.

 

Waktu kejadian tsunami dan jedanya dengan gempa memang sebuah cela untuk berimprovisasi dan meningkatkan peringatan dini, agar semua orang bisa menyelamatkan diri akan adanya bahaya tsunami tersebut.

Akan tetapi, tentu harus kita sadari juga bahwa prediksi tersebut tidak cukup hanya dengan kamera CCTV yang diletakkan di beberapa area namun lebih ke investasi dan pengalokasian teknologi yang lebih baik agar prediksi atau peringatan dini yang didapatkan lebih baik untuk bisa diterapkan bersama sistem evakuasi yang juga cukup baik tentunya.(source)